Kementerian Luar Negeri RI melalui Kedutaan Republik Indonesia di Tahta Suci Vatikan kembali mengadakan Dialog Lintas Agama. Dialog kali ini dikemas dalam seminar virtual (webinar) dengan tema “Youth and Religious Tolerance in Digital Era”.
Pembicara dari Indonesia diwakili oleh tokoh masing-masing agama, yaitu Saiful Umum (Islam), Abdiel F. Tanias (Kristen), KS Arsana (Hindu), Romo Frans Kristi Adi Prasetya (Katolik), Bhikku Dhammavuddho (Budha), dan Byrna Melvitawanti (Konghucu). Webinar dipandu dua moderator kawakan, Kornelius Purba (Senior Managing Editor – Jakarta Post) dan Nitia Anisa (News Anchor – Kompas TV).
Webinar juga menghadirkan Pembahas dari Indonesia dan Vatikan, yaitu Rev. Fr. Markus Solo (Indonesia), Prof. Fr. Leonardo Sileo (Rektor Urbaniana Pontifical University, Roma), dan Dr. Valeria Martano (Anggota Dewan Komunitas Sant’Egidio, Roma).
Webinar yang diadakan pada Jumat, 16 April 2021, dibuka oleh Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu RI Dr. H. Teuku Faizasyah, M.Si. dan dilanjutkan pengantar oleh Archbishop Piero Pioppo (Duta Besar Vatikan untuk Indonesia) dan L. Amrih Jinangkung (Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan).
Pantauan panitia di Kedutaan Besar RI di Vatikan, sehari menjelang acara sudah terdaftar lebih dari 700 orang peserta yang mendaftar, yang terdiri dari para pemuka agama, mahasiswa, dosen, dan wartawan. Selain dari Indonesia, peserta luar negeri yang mendaftar dari Italia, Belanda, Austria, Jerman, Rumania, Belgia, Swedia, Ghana, Filipina, Pakistan, Bangladesh, Saudi Arabia, Chile, Brazil. Mengingat keterbatasan kapasitas Zoom yang dipakai, sebanyak 500 peserta mengikuti webinar melalui akun YouTube KBRI Vatikan.
Dalam dialog lintas agama ini, KS Arsana, Ketua Hubungan Antar Lembaga & Komunikasi Publik PHDI Pusat dan juga Ketua Umum Prajaniti, yang mewakili masyarakat Hindu di Indonesia, menekankan dua hal. Pertama, generasi muda harus diberi panggung untuk menjadi pelaku dalam membangun toleransi dengan cara memfasilitasi kegiatan pemuda lintas agama, misalnya Interfaith Youth Camp. Kedua, perilaku toleransi harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan, dengan memasukkan meditasi sebagai cara melatih siswa dalam pengendalian diri. “Meditasi sudah banyak diterapkan sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran di sekolah di beberapa negara, dan hasilnya sudah terbukti efektif dalam membangun karakter siswa. Siswa lebih mampu mengendalikan dirinya, lebih mampu berempati dan bertoleransi. Negara-negara lain termasuk Indonesia dan Italia perlu menerapkannya juga”, kata KS Arsana.
(AA Indah Pitasari/Jakarta)
[telah dibaca 57 kali]